Suatu hari, seorang ayah yang
kaya membawa anaknya ke satu perkampungan/desa.Dia ingin menunjukkan padanya
apa yg dimiliki oleh orang miskin. Mereka menghabiskan waktu di pertanian milik
satu keluarga miskin.Dalam perjalanan pulang, ayah tsb bertanya, apa yang
engkau pelajari wahai anakku?Anaknya mengatakan, kita memiliki kolam renang,
tapi mereka memiliki sungai. He he he, kaya-an keluarga miskin itu.Kita
memiliki lampu2 di malam hari, mereka memiliki bintang-bintang dan rembulan sbg
cahaya alam. Murah, lbh mewah, lebih berlimpah.
Kita membeli makanan, mereka
punya pohonnya, punya tanemannya, sebab mereka nanem.Kita bangun tembok besar
untuk melindungi diri, mereka punya teman. Temannya yang jadi pelindung mereka.Kita
memiliki ensiklopedi, mereka memiliki Quran. Lalu anaknya ini menambahkan:
Terima kasih Ayah untuk menunjukkan saya "betapa miskinnya" kita.
Iya lah. Orang yg suka disebut
miskin punya langit, bintang, bulan, matahari. Tapi seringkali kita2 hanya di
rumah saja. Kadang semakin kita pekerjannya bagus, hanya menikmati ruang ke
ruang. Rumah, kantor, rumah, kantor. Jarang bermandikan matahari pagi, jarang
menikmati sinarnya rembulan dan bebintang.
Kita bilang kita sudah memiliki banyak hal. Nyatanya mungkin
justru kita ga memiliki apa2. Tawa anak jarang liat, tawa istri jarang liat.
Tawa suami jarang liat. Kehangatan sebuah keluarga hanya bbrp jam saja dlm
sepekan. Selebihnya kehidupan yang nafsi-nafsi...
Kadang kemewahan yang tampak
nyata dengan mata bukan mencerminkan apa yang bisa dirasakan dengan hati. Jika
kita bisa merasa bersyukur dengan apa yang kita dapatkan dan terus berusaha
lebih baik lagi tanpa melupakan apa makna kesempatan hidup, yaitu mengusahakan
keseimbangan dunia dan akhirat, maka apa yang kita usahakan di dunia semata
untuk memilihkan kita tempat yang layak di akhirat. Maka hiduplah dengan hati
dan akal budi, bukan dengan nafsu semata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar