Di tahun 2004-2007 Google
disibukkan dgn rencana mengembangkan bisnis di bidang telepon selular. Google
telah memprediksi bahwa ponsel adalah masa depan komputasi. Sehingga mereka
ingin memproduksi ponsel untuk menyaingi para raksasa saat itu: Nokia, BB, Sony
Ericsson dll. Ditambah, Google mengendus bahwa Apple akan segera merilis ponsel
revolusioner yang kini kita kenal dgn nama iPhone. Memproduksi ponsel bukan
hanya soal menciptakan perangkat kerasnya (hardware), tapi juga sistem
operasinya (OS). OS ponsel saat itu hanya 3: Symbian, Microsoft Mobile dan Blackberry.
Hanya Symbian yang open source. Namun pengembangan Symbian oleh Symbian
Foundation dibiayai oleh Sony Ericsson, Samung, Motorola dan Nokia. Kalau
Google ikut ke Symbian, sama juga bohong. Bukan Google kalau tidak berpikir out
of the box.
Dalam sebuah rapat, CEO Google
Eric Schmidt berkata, "Kita tidak akan membuat ponsel. Tapi membuat
sesuatu yang akan digunakan di semua ponsel." Artinya, Google akan
menciptakan OS yang bisa dipergunakan semua ponsel di seluruh dunia.
Hoki Google sedang terang. Tahun
2005 mereka dipertemukan dengan Andy Rubin, pengembang OS Android, yang sedang
kekurangan duit. Google membeli Android sekaligus Rubin sebesar $50 juta.
Android adalah OS ponsel berbasis Linux yang open source dan gratis. Dengan
Android sebagai senjata, Google memulai perangnya di bisnis ponsel dan kini
berhasil menjatuhkan para raksasa lama. Diluncurkan resmi tahun 2010, kini
Android adalah OS ponsel yang paling banyak digunakan di dunia. Ia terpasang di
1,6 miliar lebih ponsel, melampaui iOS dengan 628 juta. Krn Android lah skrg
kita bisa menikmati smart phone dgn harga < 1 juta.
Bahkan demi Android, Google
membeli Motorola (yang beberapa wkt lalu dijual lagi). Kalau Android gratis,
darimana Google untung? ERA KAPITALISASI DATAPonsel adalah perangkat komputasi
yang sudah jadi bagian hidup sehari-hari orang banyak. Hadapi kenyataan ini:
ponsel anda lebih tahu siapa anda dibandingkan diri anda sendiri. Ponsel adalah
mesin tambang emas. Emas itu adalah data anda. Data ini tidak sekedar nama,
gender, usia dan lokasi yang datanya anda masukkan ketika registrasi akun untuk
mengakses Android (atau iPhone). Google tahu hobi dan perilaku anda dari
aplikasi yang anda install dari Playstore. Mereka bisa secara presisi tahu
lokasi anda dan tempat-tempat yang anda kunjungi lewat GPS untuk membaca minat
anda. Lewat email yang masuk ke ponsel, Google bisa tahu pekerjaan, relasi dan
minat. Bahkan, bila anda sudah memakai Google Wallet yang bisa digunakan
sebagai alat pembayaran ke mesin EDC dengan cara tapping, Google tahu berapa
pengeluaran anda dan dimana anda berbelanja. Data2 ini masih ditambah dengan
data yang mereka dapatkan ketika anda menggunakan perangkat komputasi lain, PC
contohnya. Kebetulan browser paling banyak dipakai adalah Chrome yang
disinkronkan dengan akun Google anda. Situs apa yang anda kunjungi, berapa lama
anda bertahan di situs tersebut, aktivitas apa yang anda lakukan, Google tahu.
Mungkin terdengar mengerikan,
tapi itulah kenyataannya. Apa yang akan Google lakukan ketika semua data kita
(dan miliaran user lain) mereka pegang? Menjual data itu ke pengiklan. Google
adalah biro iklan terbesar di planet ini. Nama produknya adalah Adsense.
Pendapatan Google dari Adsense tahun 2014 adalah $59 miliar atau Rp826 triliun.
Hampir separuh APBN Indonesia 2014 yang sebesar Rp1.800 triliun itu. Bagaimana
data-data itu bisa berguna bagi pengiklan? Setiap pengiklan atau pemilik brand
ingin agar setiap iklannya disaksikan oleh calon konsumen yang sesuai dengan
target pasar mereka.
Misal, brand mobil akan sia-sia
mengiklankan diri mereka kepada orang yang beli sepeda motor pun tak sanggup.
Karena periklanan konvensional tak bisa memenuhi kebutuhan micro targeting,
maka dilakukankan periklanan dalam bentuk broadcast. Memasang billboard tepi
jalan misalnya. Misal, dari 1 juta orang yang melihat iklan itu per hari, hanya
30% yang mampu beli mobil, atau hanya 10% yang sedang berencana beli mobil. 70%
sisanya sia-sia. Bila tarif memasang iklan tepi jalan itu 300 juta/bulan dan
hanya bisa mendatangkan 100 pembeli, maka nilai akusisinya adalah 3 juta per
konsumen. Alangkah mahalnya. Mahalnya nilai akuisisi ini karena pengiklan turut
menghabiskan uangnya menampilkan iklan kepada audien yang bukan segmen pasar
mereka. Ini bukan disengaja, tapi tak ada jalan keluar untuk micro targeting.
Sampai Google menyediakan
Adsense. Dengan Adsense, selain micro targeting, pengiklan bisa membayar sesuai
kebutuhan. Misal, mereka hanya butuh iklan mereka disaksikan, maka bisa memilih
cost per mile (CPM). Bila butuh audien mengklik, bisa memilih cost per click
(CPC). Atau, kalau anda ingin baru membayar ketika konsumen bertransaksi di
website anda, bisa memilih cost per acquisition (CPA). Sampai di sini anda
sudah tahu bagaimana data bisa dikapitalisasi, dikomersialisasi atau
dimonetisasi sampai jumlah pendapatan super raksasa.
Data ini didapatkan dari user,
kita semua. Demi mendapatkan user, Google menyediakan berbagai platform gratis:
mesin pencari, Android, Chrome, Youtube, Google+. Dan yang terakhir yang sedang
ramai di Indonesia adalah Google Baloon, sebuah akses internet wifi gratis dari
Google berbentuk balon. Bayangkan berapa user dan data yang bisa Google
dapatkan dari balon itu. Mau tak mau kita harus setuju dengan argumen ini : IF
SOMETHING IS FREE, THEN YOU'RE THE PRODUCT.
Yang membuat kapitalisasi data
ini makin menarik adalah setiap orang bisa ikut untung. Setiap pemilik website,
mobile app dan video di Youtube, bisa menyediakan tempat atau konten mereka
sebagai tempat periklanan Adsense. Penyedia konten seperti Kompasiana, Detik, dll,
ikut menjadi rekanan Adsense. Pencipta game fenomenal Flappy Bird, meraup
untung Rp 608 juta per hari dr iklan Adsense yang ia tayangkan di game-nya.
Yang melakukan ini bukan hanya
Google, tapi juga Facebook yang memanfaatkan data usernya ke pengiklan
Facebook. Keduanya bersaing dalam mendapatkan user sebanyak2nya agar makin
banyak data sebagai 'emas' yang bisa digali. Maka tak heran bila dua entitas
ini menjadi promotor utama dalam gerakan internet gratis. Makin murah internet,
makin byk pula user yang mereka dptkan dan otomatis makin banyak data yang bisa
digali untuk kemudian dijual. Begitu pentingnya data bagi bisnis digital dan
sudah jadi mata uang baru, salah satu profesi yang paling seksi di era ini
adalah data scientist atau ilmuwan data
Sampai di sini anda sudah
memahami mengapa sebuah penyedia produk gratis bisa menghasilkan keuntungan
raksasa dan jadi perusahaan paling kaya di planet ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar