Gendong aku selama sebulan
sebelum menceraikan aku Pada hari pernikahanku, aku menggendong istriku. Mobil
pengantin berhenti di depan apartment kami. Teman-2 memaksaku menggendong
istriku keluar dari mobil. Lalu aku menggendong nya msk ke dlm rumah. Dia
tersipu malu. Saat itu, aku adalah seorg pengantin pria yang kuat dan bahagia.
Ini kejadian 10 thn lalu... Hari-2 berikutnya berjalan biasa. Kami memiliki
seorg anak, aku sbg pengusaha bekerja dan berusaha menghasilkan uang lebih.
Ketika aset perusahaan meningkat, kasih sayang antara aku dan istriku sptnya
mulai menurun.
Istriku seorg pegawai pemerintah.
Setiap pagi kami pergi bersama dan pulang hampir di waktu yang bersamaan. Anak
kami bersekolah di sekolah asrama. Kehidupan pernikahan kami terlihat bahagia,
namun kehidupan yang tenang spt nya lebih mudah terpengaruh oleh perubahan tak
terduga. Lalu Jane datang ke dlm kehidupanku. Hari itu hari yang cerah. Aku
berdiri di balkon yang luas.
Jane memeluk dari belakang. Sekali lagi hatiku spt
terbenam dlm cintanya. Apartmen ini aku belikan untuknya. Jane berkata, “Kau adalah
laki-2 yang pandai memikat wanita.” Kata-2nya mengingatkan aku pada istriku. Ketika
baru menikah, istriku berkata : “Laki-2 sepertimu, ketika sukses nanti akan
memikat banyak wanita.” Memikirkan hal ini, aku menjadi ragu. Aku tahu, aku
telah mengkhianati istriku.
Aku menyampingkan tangan Jane dan berkata, “Kamu perlu memilih
beberapa furniture, ok? Ada yang perlu aku lakukan di perusahaan.” Dia terlihat
tidak senang, krn aku telah berjanji akan menemaninya me-lihat2 furniture. Sesaat,
pikiran utk bercerai menjadi semakin jelas walaupun sebelumnya tampak mustahil.
Bagaimanapun juga, akan sulit utk mengatakannya pada istriku. Tidak peduli
selembut apapun aku mengatakannya, dia akan sangat terluka.
Sejujurnya, dia adalah seorg
istri yang baik. Setiap malam, dia sll sibuk menyiapkan makan malam. Aku duduk
di depan tv. Makan malam akan segera tersedia. Kemudian kami menonton TV
bersama. Hal ini seblmnya merupakan hiburan bagiku. Suatu hari aku bertanya
pada istriku dgn bercanda, “Kalau misalnya kita bercerai, apa yang akan kamu
lakukan?” Dia menatapku beberapa saat tanpa berkata apapun. Kelihatannya dia
seseorg yang percaya bhw perceraian tidak akan datang padanya. Aku tidak bisa
membayangkan bagaimana reaksinya ketika nanti dia tahu bhw aku serius tentang
ini.
Ketika istriku dtg ke kantor,
Jane langsung keluar. Hampir semua pegawai melihat istriku dgn pandangan
simpatik dan coba menyembunyikan apa yang sdng terjadi ketika berbicara
dengannya. Istriku spt mendapat sedikit petunjuk. Dia tersenyum lembut kpd
bawahan-2 ku. Tapi aku lihat ada perasaan luka di matanya.
Sekali lagi, Jane berkata padaku, “Sayang, ceraikan
dia, Lalu kita akan hidup bersama.” Aku mengangguk.Aku tahu aku tidak bisa ragu
lagi. Ketika pulang mlm itu, istriku sdng menyiapkan makan malam. Aku gengam
tangannya dan berkata, “Ada yang ingin aku bicarakan.” Dia duduk dan makan dlm
diam. Lagi-2, aku lihat perasaan luka dr matanya. Aku tidak bisa membuka
mulutku. Tapi aku tetap harus mengatakan ini. Aku ingin bercerai. Aku mulai
pembicaraan dgn tenang. Dia spt nya tdk terganggu dgn kata-2 ku, sebaliknya
malah bertanya lembut, “Kenapa?” Aku menghindari pertanyaannya. Hal ini
membuatnya marah. Dia melempar sumpit dan berteriak padaku, “Kamu bukan seorg
pria!”
Malam itu, kami tidak saling bicara.
Dia menangis. Aku tahu, dia ingin mencari tahu apa yang sedang terjadi di dalam
pernikahan kami. Tapi aku sulit memberikan jawaban yang memuaskan, bhw hatiku
telah memilih Jane. Aku tidak mencintainya lagi. Aku hanya mengasihaninya! Dgn
perasaan bersalah, aku membuat perjanjian cerai yang menyatakan bhw istriku
bisa memiliki rumah kami, mobil kami & 30% aset perusahaanku.
Dia melirik surat itu dan
merobek-2nya. Wanita yang telah menghabiskan 10 thn hidupnya dgn ku telah
menjadi seorang yang asing bagiku. Aku menyesal krn telah me-nyia2kan waktu,
daya dan tenaganya, tapi aku tidak bisa menarik kembali apa yang telah aku
katakan krn aku sangat mencintai Jane. Akhirnya istriku menangis dgn keras di
depanku, yang telah aku perkirakan sebelumnya. Bagiku, tangisannya adalah
semacam pelepasan. Pikiran ttg perceraian yang telah memenuhi diriku selama
beberapa minggu belakangan, sekarang menjadi tampak tegas dan jelas.
Hari berikutnya,aku pulang
terlambat dan melihat istriku menulis sesuatu di meja makan. Aku tidak makan,
tapi tertidur dgn cepat krn lelah seharian bersama Jane. Ketika terbangun,
istriku masih disana, menulis. Aku tidak mempedulikan dan langsung kembali
tertidur. Paginya, dia menyerahkan syarat perceraian. Dia tidak menginginkan
apapun dariku, hanya menginginkan perhatian selama sebulan sebelum perceraian. Dia
minta dlm satu bulan itu, kami berdua harus berusaha hidup sebiasa mungkin.
Alasannya sederhana : Anak kami
sedang menghadapi ujian dlm sebulan itu dan dia tidak mau mengacaukan si anak
dgn kabar perceraian orangtuanya. Aku setuju saja dgn permintaannya. Namun dia
minta satu hal lagi, dia minta utk mengingat bagaimana aku menggendongnya ke
kamar pengantin di hari pernikahan kami. Dia minta selama 1 bulan setiap hari, aku
menggendongnya keluar dari kamar ke pintu depan setiap pagi. Aku pikir dia
gila.
Aku terima permintaannya yang
aneh krn hanya ingin membuat hari-2 terakhir kebersamaan kami lebih mudah
diterima olehnya. Aku beritahu Jane ttg syarat perceraian istriku. Dia tertawa
keras dan berpikir hal itu berlebihan. “Trik apapun yang dia gunakan, dia harus
tetap menghadapi perceraian!”, kata Jane dgn nada menghina. Aku dan istriku sdh
lama tidak melakukan kontak fisik sejak keinginan utk bercerai mulai
terpikirkan olehku. Jadi, ketika aku menggendong di hari pertama, kami berdua
tampak canggung.
Anak kami bertepuk tangan di
belakang kami. Katanya, “Papa gendong mama!” Kata-2nya membuat aku merasa
terluka. Dari kamar ke rg tamu, lalu ke pintu depan, aku berjalan sejauh 10
meter, dgn dirinya dipelukanku. Dia menutup mata dan berbisik, “Jangan bilang
anak kita mengenai perceraian ini.” Aku mengangguk, merasa sedih. Aku
menurunkan di depan pintu. Dia pergi menunggu bus utk bekerja. Aku sendiri naik
mobil ke kantor.
Hari kedua, kami berdua lebih mudah
bertindak. Dia bersandar di dadaku. Aku bisa mencium wangi dari pakaiannya. Aku
tersadar, sdh lama aku tidak sungguh-2 memperhatikan wanita ini. Aku sadar dia
sdh tidak muda lagi, ada garis halus di wajahnya, rambutnya memutih. Pernikahan
kami telah membuatnya susah. Sesaat aku terheran, apa yang telah aku lakukan
padanya.
Hari keempat, ketika aku
menggendongnya, aku merasa kedekatan spt kembali lagi. Wanita ini adalah seorg yang
telah memberikan 10 thn kehidupannya padaku. Hari kelima & keenam, aku sadar
rasa kedekatan kami semakin bertumbuh. Aku tidak mengatakan ini pada Jane. Seiring
berjalannya waktu, semakin mudah menggendongnya. Mungkin krn rajin olahraga
membuatku semakin kuat.
Suaatu pagi, istriku sedang memilih pakaian yang
dia ingin kenakan. Dia coba bbrapa pakaian, tp tidak menemukan yang pas. Dia
menghela nafas, “Pakaianku semua jadi kebesaran.” Tiba-2 aku tersadar bhw dia
menjadi sangat kurus. Ini lah alasan aku bisa menggendongnya dgn mudah. Aku
terpukul. Dia telah memendam rasa sakit dan kepahitan luar biasa di hatinya. Tanpa
sadar aku menyentuh kepalanya.
Anak kami dtg dan berkata, “Pa,
sudah waktunya menggendong mama keluar.”Bagi anak kami, melihat ayahnya
menggendong ibunya keluar menjadi arti penting dalam hidupnya. Istriku melambai
pada anakku utk mendekat dan memeluknya erat. Aku mengalihkan wajahku krn takut
akan berubah pikiran pada saat terakhir. Kemudian aku gendong istriku, jalan
dari kamar ke rg tamu, ke pintu depan. Tangannya melingkar di leherku dgn
lembut. Aku menggendongnya dgn erat, spt ketika di hari pernikahan kami.
Berat badannya yang ringan membuatku sedih. Pada
hari terakhir, ketika aku menggendong nya, sulit bagiku utk bergerak. Anak kami
telah pergi ke sekolah. Aku menggendongnya dgn erat dan berkata, “Aku tidak
memperhatikan kalau selama ini kita kurang kedekatan.” Aku pergi ke kantor, keluar
cepat dari mobil tanpa mengunci pintunya. Aku takut, penundaan apapun akan
mengubah pikiranku.
Aku jalan keatas, Jane membuka pintu dan aku berkata padanya,
“Maaf, Jane, aku tidak mau perceraian.” Dia menatap dgn heran, menyentuh keningku.
“Kamu demam?”, tanyanya. Aku menyingkirkan tangannya dari kepalaku. “Maaf,
Jane, aku bilang aku tidak akan bercerai.” Kehidupan pernikahanku selama ini
membosankan mungkin krn aku dan istriku tidak menilai segala detail kehidupan
kami, bukan krn kami tidak saling mencintai lagi.
Sekarang aku sadar, sejak aku
menggendong nya ke rumah di hari pernikahan kami, aku harus terus menggendongnya
sampai maut memisahkan kami. Jane tiba-2 tersadar. Dia menamparku keras sekali,
membanting pintu dan lari sambil menangis. Aku turun dan pergi keluar.
Di toko bunga, ketika aku
berkendaraan pulang, aku memesan satu buket bunga utk istriku. Penjual bertanya
apa yang ingin aku tulis di v Aku tersenyum dan menulis, "AKU AKAN
MENGGENDONGMU SETIAP PAGI SAMPAI MAUT MEMISAHKAN KITA". Aku sampai di
rumah dgn bunga di tanganku, senyum di wajahku, aku berlari ke kamar atas,
hanya utk menemukan istriku terbaring di tempat tidur ............ Dia sudah
meninggal.......
Istriku telah melawan kanker
selama ber-bulan2 dan aku terlalu sibuk dgn Jane sampai tidak memperhatikannya.
Dia tahu dia akan segera meninggal, dia ingin menyelamatkan ku dari reaksi
negatif anak kami, seandainya kami jadi bercerai. Setidaknya, di mata anak kami
aku adalah suami yang penyayang.
Hal-2 kecil di dalam kehidupanmu adalah yang paling penting dalam
suatu hubungan. Bukan rumah besar, mobil, properti atau uang di bank. Semua ini
menunjang kebahagiaan tapi tidak bisa memberikan kebahagiaan itu sendiri. Jadi,
carilah waktu utk menjadi teman bagi pasanganmu dan lakukan hal-2 kecil bersama
utk membangun kedekatan itu. Milikilah Pernikahan yang sungguh-2 dan bahagia.
Kalau kamu tidak share ini, tidak akan terjadi apa-2 padamu.
Kalau share, mungkin kamu menyelamatkan satu pernikahan...........
Tidak ada komentar:
Posting Komentar